BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seumapa adalah sebuah ritual adat perkawinan
di Aceh, terutama pada saat “Intat Linto” atau lebih dikenal menghantar
pengantin laki-laki. Dilihat dari istilah kata-kata Seumapa, dapat dipastikan
bahwa kata-kata tersebut berasal dari pemahaman “sapa-menyapa”. Oleh
karena itu, Seumapa sebagai salah satu acara, pada upacara adat Intat Linto,
adalah saling memberi salam, dan bertukar
informasi, antara kedua pihak.
Menurut penjelasan salah seorang tetua adat, kedua pihak terlibat dalam
kegiatan itu, yaitu pihak Linto Baro atau rombongan pengantin laki-laki,
dan pihak Dara Baro atau rombongan pengantin perempuan. Dilengkapi dengan
Ureung Preh Linto Baro, ialah orang yang menunggu pengantin laki-laki.
Selanjutnya, ketua rombongan masing-masing, akan saling mengutarakan sapa
menyapa dalam bait-bait pantun dengan bahasa yang indah-indah dan santun.
Kegiatan berlangsung di depan rumah Dara Baro atau pihak pengantin
perempuan.
Hal ini merupakan kebiasaan orang Aceh yang bila datang ke sebuah rumah
atau suatu tempat, selalu penuh dengan sopan santun dan memuliakan masyarakat
setempat. Begitu pula sebaliknya sebagai orang yang punya tempat, akan
menyambut baik bila didatangi dan dikunjungi oleh tamu, sepanjang tamu tersebut
datang dengan penuh sopan santun pula.
Saat ini acara Seumapa pada upacara Intat Linto atau Preh Linto sudah
sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan generasi sekarang sudah kurang
menaruh perhatian terhadap adat dan budaya warisan leluhur. Disamping itu
kader-kader yang mampu dalam seni Seumapa sudah sangat langka. Memang pada
beberapa daerah masih ditemui satu atau dua orang yang mampu dan cukup lihai
dalam Seumapa, tapi rata-rata mereka sudah berusia cukup tua. Tidak pernah
terlahir lagi kader-kader Seumapa dari generasi muda.
Untuk mengatasi kelangkaan itu, maka dilakukan rekruitmen bagi generasi
mudanya. Dalam acara rekruitmen pelatihan “Narit Maja/Seumapa” angkatan I &
II se-Kota Langsa, baru-baru ini, Kepala Sekretariat Majelis Adat Aceh Provinsi
Aceh Drs Yusri Yusuf mengatakan, melalui pelatihan rekruitmen pembacaan Narit
Maja/Seumapa diharapkan, masyarakat Aceh mau melakukan kegiatan adat serta
melestarikannya. Menurutnya, apabila hal demikian dibiarkan tanpa kepedulian,
sungguh sangat disayangkan, adat Seumapa ini, pada suatu saat akan punah dan
lenyap sama sekali.
Generasi
kedepan tidak tahu lagi, tidak mengerti dan tidak pernah menyaksikan apa dan
bagaimana sebenarnya Seumapa pada sebuah perhelatan perkawinan dalam adat Aceh
terutama pada kegiatan Intat Linto. Padahal kalau dilihat dari segi filosofi
dan makna yang terkandung dalam acara tersebut sangat baik dan menarik, penuh
dengan nasihat dan dakwah, serta mengandung nilai seni sebagai sebuah hiburan
bagi masyarakat. Oleh karena itu, pelestariannya dirasakan sudah mendesak.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari cah rauh, jak melakee ( patentee ), me ranup ( bawa tanda), dan
pernikahan dalam adat perkawinan di Aceh.
2.
Bagaimana
tata cara preh linto dalam adat perkawinan di Aceh
3.
Bagai
mana tata cara intat dara baro dalam adat perkawinan di Aceh
C.
Tujuan Penulisan
·
Sebagai wahana melatih mengungkapkan
pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis
dan metodologis.
·
Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan
mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga
mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu
pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
·
Karya ilmiah yang telah ditulis itu
diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat,
atau orang-orang yang berminat membacanya.
·
Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah
yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk
karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan
dari jurusannya.
·
Melatih keterampilan dasar untuk
melakukan penelitian.
D. Mamfaat penulisan
·
Melatih untuk mengembangkan keterampilan
membaca yang efektif;
·
Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan
dari berbagai sumber;
·
Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
·
Meningkatkan pengorganisasian fakta/data
secara jelas dan sistematis;
·
Memperoleh kepuasan intelektual;
·
Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
·
Sebagai bahan acuan/penelitian
pendahuluan untuk penelitian selanjutnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Cah Rauh, Jak Melakee (
Patentee ), Me Ranup ( Bawa Tanda), Dan Pernikahan Dalam Adat Perkawinan Di
Aceh.
1.
Cah
Rauh
Cah Rauh merupakan tahap awal perkenalan
orang tua/ keluarga antar kedua belah pihak. Dalam adat Perkawinan Aceh Utara, Cah
Rauh dilakukan oleh kerabat atau orang yang dipercaya oleh keluarga calon Linto
Baro yang disebut juga Seulangkee. Saat berkunjung ke rumah calon
Dara Baro, Seulangkee membawa bungong jaroe seperti gula, teh,
kopi, susu, roti kaleng. Beberapa hal yang dibicarakan dan dipertanyakan
oleh Seulangkee pada proses ini adalah :
·
Menjelaskan
mengenai maksud kedatangan Seulangkee;
·
Apakah
calon Dara Baro masih single (belum menerima pinangan seseorang);
·
Apakah calon Dara Baro bersedia dipinang oleh calon Linto Baro.
2.
Jak Meulakee (Jak Peuteunte)
Setelah
prosesi adat Cah Rauh dilakukan, langkah selanjutnya adalah Jak
Meulakee. Jak Meulakee ini dilakukan oleh Seulangkee,
Ayah Linto Baro dan Ureung Tuha Gampong. Hal yang dibicarakan dalam
proses ini adalah :
·
Menentukan
berapa jumlah jeulamee;
·
Kapan akan dilakukan proses Mee Ranub (Ba
Tanda) ;
·
Berapa
jumlah rombongan mee ranub.
Bungong jaroe seperti gula, teh, kopi, susu, roti kaleng (sama seperti
saat Cah Rauh) menjadikan kedatangan rombongan Jak Meulakee lebih
bersahaja.
3.
Mee Ranub (Ba
Tanda)
Rombongan
Mee ranub terdiri dari anggota keluarga, Wali pihak Linto Baro, Ureung
Tuha Gampong dan Seulangkee. Dalam proses ini, ditentukan lebih
lanjut mengenai rencana pernikahan (penentuan tanggal pernikahan atau penentuan
lamanya tenggang waktu). Jika waktu menikah ditentukan bersamaan dengan
waktunya preh linto, maka dalam prosesi Mee Ranub ini juga
ditentukan berapa jumlah rombongan yang akan Intat Linto nanti. Daftar
barang bawaan yang wajib dalam adat ini adalah :
·
Ranub
batee
·
Emas
(cincin tunangan), diletakkan dalam bate yang dialasi dengan lima macam
bibit seperti bibit labu ie, labu tanoh, bibit pik, reuteuk,
, kunyit, dll (bibit tanaman, lebih diutamakan tumbuhan yang menjalar). Hal ini
mengisyaratkan bahwa proses Mee Ranub adalah tahap awal dimulainya
proses perkenalan anak manusia yang diibaratkan seperti bibit tanaman yang
nantinya akan hidup, tumbuh dan berkembang biak melahirkan generasi demi
generasi yang berkelanjutan. Cincin tunangan yang dibawa tersebut, ada yang
diberikan sebagai hadiah atau disesuaikan dengan jumlah keseluruhan jeulame.
·
Kue
dalam dalong seperti dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll
(sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan).
·
Ija
bajee sigoe treun
yang diletakkan dalam talam yang berisi gula, kopi, susu, roti kaleng,
limun/fanta/dll dengan disekelilingnya disusun bungkusan ranup sebanyak 21
bungkus. Ranup bungkus ini kemudian akan diserahkan kepada para wali Dara Baro,
Geuchik, Imum dan Ureung Tuha Gampong sebagai pemberitahuan bahwa anak
perempuannya sudah memiliki calon Linto Baro.
4.
Pernikahan
Pernikahan
ada yang dilakukan di mesjid, Kantor KUA dan dirumah Dara Baro. Jika
dilakukan dirumah Dara Baro maka sebelumnya telah dikomunikasikan antara
kedua belah pihak tentang jumlah rombongan Linto Baro yang akan hadir pada
acara pernikahan tersebut. Ruang pernikahan didekorasi lebih sederhana dengan
menggunakan ija tabeng, kasur, sprei kasab, dalong bu leukat dan
dalong on seunijuk serta tikar tempat duduk rombongan jak peungen Linto.
Pada tahapan ini, rombongan juga membawa beberapa perlengkapan seperti :
·
Ranub
bate;
·
Emas
(mahar/sisa mahar) yang ditempatkan dalam batee dengan dibungkus kain kuning;
·
Talam yang di isi dengan gula, kopi, susu,
roti kaleng, limun/fanta/dll.
·
Kue
dalam dalong seperti dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll
(sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan).
·
Ija
bajee sigoe treun
(ija krong, ija baje, ija sawak, silop)
(Kira-kira
3 (tiga) hari sebelum dilakukannya acara preh linto di rumah Dara
Baro, Utusan dari pihak Linto Baro akan mengirimkan keperluan
seperti beras dan uang (menurut kemampuan ekonomi dan kepantasan) serta on
gaca. Adat ini dikenal dengan intat ranub gaca). On gaca
tersebut, sebagian dihaluskan dan sebagian lagi disiangi dengan dibuang tulang
daunnya. On gaca halus kemudian dibungkus dengan daun birah dan on
gaca yang telah disiangi dibungkus dengan on teulayu. (daun pisang).
B.
Preh linto baro
1.
Acara
Preh Linto Baro adalah pesta peresmian dirumah orang tua Dara
Baro. Setibanya Linto Baro dirumah orang tua Dara Baro, maka Seumapa
yang merupakan salam pembuka atas kedatangan rombongan Linto akan
dimulai. Kedua belah pihak biasanya telah menyiapkan orang yang memiliki
keahlian dalam bidang Seumapa
2.
Setelah
Seumapa disudahi maka petugas yang telah ditunjuk dari kedua belah pihak
akan melakukan tuka batee dan tuka payong. Hal ini menandakan
bahwa rombongan Linto Baro telah diterima oleh pihak Dara Baro.
3.
Acara
kemudian dilanjutkan dengan tari Ranup Lampuan untuk menyambut
kedatangan rombongan Linto Baro. Selesai tari Ranup Lampuan, maka
Linto akan dituntun menuju pintu depan rumah orang tua Dara Baro
(disini, keluarga Dara Baro dan Dara Baro telah menunggu didepan
pintu).
4.
Begitu
Linto Baro sampai, maka keluarga dari pihak Dara Baro akan geupeubreuh
padee Linto Baro. Selanjutnya Ibu Peuganjo akan mencuci kaki Linto
Baro.. Setelah itu Linto akan dibawa kepelaminan untuk disandingkan
dengan Darabaro dan dipeusijuk oleh Ibu Imum (Peutua
Adat Perempuan). Peusijuk oleh Ibu Imum ini menandakan bahwa Linto
Baro telah diterima sebagai warga baru di desa tersebut. Sementara Linto
dan Dara Baro dipeusijuk, tamu besan dipersilahkan dan
diatur untuk menempati ruang hidangan besan. Jumlah tamu besan
disesuaikan dengan luasnya ruangan, biasanya ±20 orang. (Hidangan untuk tamu
besan merupakan hidangan khusus dan sedikit berbeda dengan hidangan tamu
diluar).
5.
Setelah
tamu besan, Linto dan Dara Baro selesai menyantap hidangan, lalu Ranup
Sigapu dan Narit Sinambot yang merupakan suatu prosesi adat
serah terima Linto Baro dan serah terima seserahan dari pihak Linto
kepada Dara Baro pun dilakukan. Ranup Sigapu dan Narit Sinambot
ini biasanya dilakukan oleh ureung tuha/orang yang dipercayakan dari
kedua belah pihak yang ahli dibidang ini.
6.
Selesai
Ranup Sigapu dan Narit Sinambot, lalu Linto Baro akan dipeusijuk
oleh keluarga Dara Baro (saudara Mamak dan saudara Ayah Dara Baro)
dalam jumlah gasal yang telah ditentukan.
7.
Prosesi
selanjutnya adalah Peutujoh, yang dilakukan dalam adat ini adalah peuturi
besan (seumah tuan) dari pihak Dara Baro kepada Linto
Baro. Saat menyalami Linto Baro, keluarga dari Dara Baro
telah siap dengan aso jaroe (salam tempel). Khusus ibu Dara Baro,
saat perkenalan tersebut telah mempersiapkan ija sinalen (kain sarung
atau pakaian) dan emas (biasanya cincin 1 mayam) untuk diberikan kepada Linto
Baro.
Dalam
Acara Preh Linto, selain adat-adat sebagaimana yang telah disebutkan
diatas, juga terdapat Adat pula u yaitu adat menanam kelapa
bertunas (u timoh) yang telah dibawa oleh Linto Baro. Dahulu,
adat pula u ini dilakukan di pagi hari pada keesokan harinya, namun
seiring perkembangan zaman dengan mengingat kesibukan keluarga dan perubahan
pola hidup dalam masyarakat saat ini maka adat pula u dilakukan juga
pada hari preh linto.
Dalam
acara Intat Linto, rombongan Intat Linto telah mempersiapkan seserahan dan
barang-barang yang akan diberikan kepada Dara Baro berupa :
1.
U
Timoh, yaitu
kelapa yang telah bertunas (biasanya 2 lembar) sebagai perlambang bahwa hari
ini adalah titik awal membina bahtera keluarga dan diharapkan dapat tumbuh
laksana tumbuhnya pohon kelapa dimana setiap bagiannya memiliki manfaat dan
tidak ada yang sis-sia.
2.
Peuleuman
si aso, isinya
yaitu padee leukat (padi ketan), tarok labu dan tarok ranub
(tunas labu dan tunas sirih). Diletakkan dalam peuleuman (seperti
mangkok keramik), nantinya peuleuman ini akan diletakkan dibawah tempat tidur
kamar pengantin. Perlambangan dari hal ini adalah bahwa hidup berkeluarga itu
dimulai pelan-pelan, dia akan terus tumbuh dan mengakar dalam masyarakat maka
jadilah seperti labu atau sirih yang dapat beradaptasi dalam setiap kondisi dan
tetap menonjol meskipun dalam semak belukar.
3.
Pakaian,
peralatan ibadah, kosmetik, sandal/sepatu, peralatan mandi, pakaian dalam, dll.
4.
Peurakan,
yaitu rumoh adat Aceh yang berisi
didalamnya limun, gula, susu, teh, kopi, sabun cuci (untuk cuci piring
kenduri), makanann ringan. Barang-barang ini biasanya dibagikan kepada geuchik,
imum, ureung tuha gampong dan anak-anak sebagai pertanda
persahabatan dari pihak Linto.
5.
U
teulason, yaitu
kelapa yang tidak muda dan tidak tua yang dikupas tapi masih tetap memiliki
sebagian kulit. Kelapa ini dimaksudkan untuk bahan memasak dirumah Dara
Baro, pada keesokan harinya saat berbenah selesai acara Preh Linto.
Biasanya untuk bahan memasak kuah leumak.
6.
Pisang
meuteundon,
yaitu pisang bertandan. Dahulu, pisang yang dibawa adalah pisang klat barat
(pisang raja). Kegunaannya sama seperti u teulason. Pisang ini dapat
dijadikan makanan/snack (pisang goreng, leughok, dll) saat mereka bekerja.
7.
Teubee
Meu’on, yaitu tebu
yang memiliki daun. Tebu ini akan dibagikan kepada anak-anak yang ibunya turut
serta dalam membantu benah-benah di rumah Dara Baro agar mereka tidak
mengganggu pekerjaan ibunya.
C.
Intat Dara Baro
1.
Intat
Dara Barao Yaitu
proses adat mengantar Dara Baro ke rumah Linto baro. Biasanya
dilakukan berselang 1 (satu) hari sesudah acara Preh Linto Baro. Dalam
adat ini terdapat beberapa perlengkapan yang dibawa oleh rombongan Dara Baro
kepada keluarga Linto Baro yaitu :
·
Ranup
bate
·
Kue
dalam dalong seperti dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll
(sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan). Lebih bagus
sebanyak-banyaknya.
2.
Sebelum
Dara Baro dibawa masuk kedalam rumah orang tua Linto, terlebih
dahulu Dara Baro akan didudukkan dikursi yang diletakkan didepan pintu
rumah orang tua Linto untuk geupeubreuh padee oleh Peutua Adat
Perempuan setempat dan dicuci kakinya oleh ibu Peuganjoo
(pendamping/yang mengurusi Dara Baro).
3.
Lalu
Dara Baro akan geupeugapit ie dalam serahi yaitu adat menggendong
air yang diletakkan dalam suatu wadah berbentuk botol. Kemudian bersalaman dan
menyerahkan botol serahi tersebut kepada Mak Tuan (Ibu Mertua).
Sambil dituntun oleh Mak Tuan, Dara Baro menuju pelaminan.
4.
Di
atas pelaminan, Dara Baro dipeusijuk oleh keluarga Linto Baro
(Saudara dari Bapak dan Saudara dari Mamak Linto Baro). Lalu Linto,
Dara Baro dan rombongan tamu besan dipersilahkan untuk menyantap hidangan
besan.
5.
Peulhuek
eumpang breuh,
menjadi prosesi adat selanjutnya. Oleh Peutua Adat Perempuan dipihak Linto
Baro, tangan Dara Baro diambil dan dimasukkan kedalam empang
breuh (eumpang gampet yang didalamnya berisi beras, diatas beras
diletakkan gelas yang didalamnya berisi garam dan telur dibagian paling atas)
sambil diberi pesan “nyoe pat hai aneuk, breuh mangat ta tagun, ta bri keu
Tuan teuh, keu Lako baro ta pajoh keudroe”
6.
Kemudian
Mamak Linto akan menyerakankan gelas, piring, sendok, mangkok dan
kobokan kepada Dara Baro sebagai peralatan makan Linto nantinya. Sambil
diserahkannya peralatan tersebut oleh Ibu Linto, ibu Peuganjoo berkata “nyoe
pat hai aneuk, cawan ngen pingan keu gata, nyang lhok tab oh kuah yang deu
taboh sira”
7.
Sama
seperti pada adat Preh Linto, pada acara Preh Dara Baro juga
terdapat adat Seumah Tuan, disini Mak Tuan juga geumeubri,
biasanya cincin emas atau bros emas. Setelah itu Dara Baro akan diperkenalkan
kepada seluruh keluarga Linto Baro sambil bersalam-salaman (salam tempel).
DAFTAR PUSTAKA
http://obyektif.com/seni_budaya/view/2012/09/25/seumapa_tradisi_adat_aceh_yang_nyaris_punah___
http://www.acehutara.go.id/berita-pelaksanaan-adat-perkawinan-aceh-utara.html